Waktu Saat Ini di Denpasar, Bali

SELAMAT DATANG

Foto saya
Selamat datang di blog saya. Ini adalah blog pertama yang saya buat, masih coba-coba dan belum ada yang sempurna di beberapa sisi. Blog ini saya isi dengan info-info, berita, maupun cerita-cerita yang bisa saling dibagi-pakaikan. Mohon masukan dari teman-teman di shoutbox atau menjadi follower saya di bawah. Terima kasih ya!

Sabtu, 25 September 2010

Memperkuat Tekad & Diri Untuk Memohon Keselamatan Dunia Pada Hari Pagerwesi

Pagerwesi dikenal sebagai hari payogan Hyang Pramesti Guru beserta para Dewata Nawa Sanga dan para Pitara untuk keselamatan dunia beserta isinya, dan secara khusus manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan untuk senantiasa memagari diri dari hal-hal yang negatif atau merugikan. Pagerwesi jatuh setiap Buda Kliwon Sinta (hari Rabu Kliwon wuku Sinta) yang merupakan hari keempat dalam penanggalan Hindu Bali yang menggunakan sistem Pawukon (wuku)

Pagerwesi merupakan hari perayaan dalam satu rangkaian yang diawali pada hari suci Saraswati, tepat 4 hari sebelum Pagerwesi dirayakan. Rangkaian dan uraiannya sebagai berikut:
  • Hari Suci Saraswati
    • Jatuh setiap Saniscara Umanis Watungunung (hari Sabtu Legi) yang merupakan hari terakhir dalam penanggalan Hindu-Bali yang menggunakan sistem Pawukon (wuku)
    • Merupakan penghormatan kehadapan Dewi Saraswati atas turunnya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan
  • Hari Banyu Pinaruh
    • Jatuh setiap Redite Paing Sinta (hari Minggu Pahing) yang merupakan hari pertama dalam penanggalan Hindu-Bali yang menggunakan sistem Pawukon (wuku)
    • Adalah hari dimana umat melakukan pembersihan dengan cara berendam di dalam air yang bercampur bunga-bunga harum dan kemudian memohon air suci untuk memohon kebersihan hati & pikiran
  • Hari Soma Ribek
    • Jatuh setiap Soma Pon Sinta (hari Senin Pon)
    • Adalah pemujaan kehadapan Dewi Sri (Dewi Laksmi) untuk memohon kesuburan. Tri Murti melakukan yoga diatas lumbung padi, dan pada saat itu umat melakukan widhi widhana. Diharapkan pada hari Soma Ribek ini umat tidak menumbuk atau menjual beras
  • Hari Sabuh Mas
    • Jatuh setiap Soma Pon Sinta (hari Senin Pon)
    • Pemujaan terhadap Hyang Mahadewa agar supaya diberikan restu terhadap harta atau barang-barang berharga seperti perhiasan.
Dan kemudian dilanjutkan dengan Pagerwesi yang memfokuskan pemujaan terhadap Sanghyang Pramesti Guru. Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Beliau adalah guru alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun atau tanpa arah.

Dalam Lontar Sundarigama disebutkan: "...Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwatumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh"
Artinya : Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.

Dalam Lontar Sundarigama disebutkan: "...Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka Prameswara. Tengahiwengi yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca Maha Bhuta, sewarna anut urip gelarakena ring natar sanggah"
Artinya: Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang lingga sebagaimana layaknya memuja Sang Hyang Prameswara (Pramesti Guru). Tengah malam melakukan yoga samadhi, ada labaam (persembahan) untuk Sang Panca Maha Bhuta, segehan (terbuat dari nasi) lima warga menurut uripnya dan disampaikan di halaman sanggah (tempat persembahyangan).

Banten atau sesajen pada perayaan Pagerwesi adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, dan Dapetan. Tentunya dilengkapi daksina, canang dan sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta dan Sesayut Pageh Urip bagi umat.

Jumat, 24 September 2010

Hari Saraswati, Hari Pemujaan Terhadap Ilmu Pengetahuan

Hari suci Saraswati di Bali dirayakan sebagai bentuk penghormatan kepada Beliau pada Saniscara Umanis wuku Watugunung (hari Sabtu Legi wuku Watugunung) setiap 210 hari sekali. Hari ini adalah hari terakhir dalam sistem penanggalan Bali yang menggunakan Pawukon.

Saraswati adalah salah satu nama Dewi dari Tri Sakti (selain Dewi Laksmi dan Dewi Durga) yang dipercaya memegang kuasa penuh pada ilmu pengetahuan dan penjabarannya.

Dalam penggambarannya, Dewi Saraswati menggunakan pakaian putih yang melambangkan kesucian Beliau dalam menjaga ilmu pengetahuan. Dapat juga berarti bahwa ilmu pengetahuan hendaknya dipergunakan untuk hal-hal yang bersih dan ilmu pengetahuan layaknya dijaga sebagai sesuatu yang suci, bersih dan indah

Dewi Saraswati merupakan 'sakti' (disebut isteri atau pendamping) dari Dewa Brahma yang memiliki 4 (empat) tangan dimana masing-masing tangan memegang benda yang berbeda, yaitu:
  • Kecapi (atau disebut wina) yang menggambarkan kesempurnaan dan seni dalam ilmu pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan yang ada dipercaya memiliki unsur estetika yang menarik untuk dipelajari
  • Tasbih (atau disebut genitri) berbentuk bulat berisikan biji-bijian yang menggambarkan ilmu pengetahuan tidak akan ada habisnya untuk dipelajari. Dalam agama Hindu, genitri digunakan untuk melakukan japa, yaitu kegiatan spiritual dengan mengucapkan mantra/nama Tuhan secara berulang-ulang. Ini juga dapat berarti bahwa manusia diharapkan dapat selalu mendekatkan diri kepada Tuhan

  • Lontar yang merupakan lambang simbolis ilmu pengetahuan dimana daun lontar banyak digunakan pada jaman dahulu untuk menulis atau membuat kitab-kitab. Lontar berarti menggambarkan ilmu pengetahuan itu suci
Selain benda-benda tersebut, Dewi Saraswati juga berdiri diatas sekuntum teratai. (dalam beberapa penggambaran ada juga yang duduk). Teratai ini memiliki arti sebagai delapan arah mata angin atau stana Tuhan.

Ada juga angsa yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah dapat menguasai ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka (suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek dan yang benar dengan yang salah)


Terkadang juga nampak seekor merak dalam penggambaran Dewi Saraswati. Burung merak melambangkan kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan. Ilmu yang telah dimiliki oleh seseorang diharapkan tidak menyebabkan orang-orang itu menjadi egois atau sombong

Pada perayaannya, disiapkan satu sesajen (disebut juga banten) yang di dalamnya terdapat jajan berbentuk 2 ekor cecak, terbuat dari tepung dan mata cecak dibuat dari beras injin (ketan hitam). Menurut para ahli Antropologi, bangsa-bangsa Austronesia memiliki kepercayaan bahwa binatang melata seperti cecak diyakini memiliki kekuatan dan kepekaan pada getaran-getaran spiritual. Pemberian jajan berbentuk cecak memberi pelajaran bahwa ilmu pengetahuan itu jangan hanya berfungsi mengembangkan kekuatan ratio atau pikiran saja, tetapi harus mampu mendorong manusia untuk memiliki kepekaan intuisi sehingga dapat menangkap getaran-getaran rohani

Bunga teratai yang dipegang oleh Dewi Saraswati memiliki lambang-lambang tersendiri. Di dalam Kakawin Saraswati disebutkan, bunga padma putih yang sedang kembang merupakan lambang jantung di Bhuana Alit. Padma merah ada dalam hati, padma biru ada dalam empedu. Budi suci sebagai aliran sungai Sindhu selalu meyakini kesuburan bunga-bunga padma yang berwarna-warni itu. Kecakapan bagaikan aliran sungai Narmada. Kemurnian hatiku sebagai sungai Gangga. Dewi Saraswati berstana di lidah dan Dewi Irawati berstana di mata. Demikianlah tujuan pemujaan Dewi Saraswati. Kalau tujuan pemujaan Dewi Saraswati dapat tercapai maka terhindarlah kita dari godaan penyakit, kelakuan jahat dan buruk

Setelah selesai dilakukan pemujaan kehadapan Dewi Saraswati, keesokan harinya para umat melakukan pembersihan diri dengan cara mandi ke pantai, disebut sebagai Banyu Pinaruh yang jatuh pada Redite Paing Sinta (hari Minggu Pahing wuku Sinta) yang juga merupakan hari pertama dalam sistem penanggalan Hindu yang menggunakan Pawukon. Umat membawa serta sesajen yang dihaturkan di hari sebelumnya ke pantai untuk kemudian diberikan dupa wangi dan percikan tirta dan kemudian dihanyutkan bersama air laut.